Minggu, 19 Juni 2011

sosial dan emosi remaja

PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL REMAJA
REMAJA DAN MASYARAKAT
Hubungan seseorang dengan masyarakatnya menjadi semakin penting pada masa remaja Dalam mendidik remaja perlu diarahkan kepada hal-hal yang baik untuk menjaga keselarasan individu dan masyarakat. Hal ini sering menimbulkan bahan konflik karena remaja mempunyai cita-cita sendiri yang ideal yang tidak ditemukan dalam masyarakat. Remaja mengalami pertentangan antara apa yang diidam-idamkan dengan kenyataan yang ada. Pertentangan antara remaja dan masyarakat ini menurut Mollenhauer ada 6 macam:
1. Pertentangan integrasi dan partisipasi kritis
Supaya masyarakat bisa berfungsi dengan baik, maka semua warganya perlu memikul tanggung jawab bersama dan para remaja perlu dipersiapkan untuk hal tersebut. Namun banyak hambatan dan rintangan yang ditemukan bagi para remaja untuk ikut berpartisipasi secara kritis dalam berbagai institusi seperti keluarga, sekolah, serta kahidupan usaha. Tetapi sebagian besar remaja telah mengambil sikap konformitas sehingga biasa menyesuaikan diri dengan pola masyarakat daripada cita-cita sendiri.
2. Pertentangan antara kesempatan dan usaha kearah peningkatan status sosial
Cita-cita merupakan suatu kesempatan yang sama bagi semua orang (warga masyarakat) dan sangat disetujui oleh masyarakat, namun banyak gejala yang ditemukan bahwa seseorang sulit meningkatkan status sosial bila dia terlanjur masuk ke dalam suatu kelompok sosial. Misalnya, anak seorang petani akan tetap berada dalam kelompok petani tadi. Anak seoarng petani juga akan menjadi petani. Tetapi di Indonesia agak lain, Mobilitas orang meningkat maka banyak anak berasal dari kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah akan dapat keluar dari kelompoknya, menuntut pendidikan yang lebih tinggi dan akhirnya dapat menenmpatkan dirinya dalam status sosial yang lebih baik.
3. Pertentangan antara sugesti mengenai kehidupan yang serba enak dengan kenyataan yang ada: masih tergantung orang tua
Perkembangan seseorang idealnya adalah mencapai aktualisasi diri atau perwujudan diri. Anak muda masih diliputi penuh cita-cita akan kehidupan yang lebih bebas, mandiri, lepas dari ikatan remaja dan lingkungannya. Dalam waktu luang remaja sering melamunkan kehidupan yang lebih menyenangkan, membeli barang-barang yang disenangi. Namun keadaan itu akan hilang bila ia memilih untuk kawin, artinya mulai melepaskan status interimnya (peralihan). Remaja memasuki kehidupan bertanggung jawab dan waktu luangnya diisi oleh usaha menambah penghasilan hidup yang biasanya menuntut penyesuaian dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
4. Pertentangan antara perhatian mengenai faktor ekonomi dan pembentukan kepribadian
Pertentangan yang terjadi adalah pertentangan yang sungguh-sungguh: numerous fixus dan pengsrutkturan kembali sistem pengajaran yang bersifat ilmiah. Makin banyak anak –anak muda yang ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi sebagai akibat situasi hidup yang lebih baik. Namun pengstrukturan kembali membawa akibat bahwa makin banyak mahasiswa yang diketemukan lebih cocok untuk bentuk pengajaran yang non-akademis dan juga bahwa dari kelompok mahasiswa ada sebagian yang cocok untuk pekerjaan yang tidak terlalu akademis dan sebaian sangat cocok untuk menjadi peneliti, mencapai puncak kerja akademis dan nanti dapat mencapai tangga yang paling tinggi dalam masyarakat. Dalam keseluruhan pendidikan makin nampak bahwa kebutuhan ekonomi makin menguasai pembentukan kepribadian anak.
5. Pertentangan antara fungsi politis dalam pembentukan kepribadian dengan sifat sebenarnya yang tidak politis
Pengertian pembentukan kepribadian yang berasal dari pemikiran neo-humanisme, semula tidak berhubungan dengan pngertian dasar umum yang begitu dibutuhkan oleh setiap orang yang hidup dalam masyarakat yang maju. Pembentukan kepribadian berarti perkembangan sifat-sifat kemanusiaan lepas daripada pekerjaan yang dimilki seseorang. Remaja menginginkan agar sekolah bisa ikut berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, dan tidak hanya mempersiapkan remaja untuk hidup bermasyarakat nanti
6. Pertentangan antara tuntutan rasionalitas dengan kenyataan yang irrasional
Remaja sering diberi pengertian bahwa sikap yang rasional sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang sudah maju. Tetapi kenyataan yang ada sangat bertentangan. Rasionalisasi berarti bahwa semua yang terjadi harus bisa dikontrol, dilaksanakan secara terbuka. Meskipun begitu, proses demokratis yang ada dalam masyarakat yang telah maju tidak bisa terlaksana dengan baik dengan dalih tidak ada penilaian-penilain yang cukup mampu atau demi efisiensi pengambilan keputusan.
REMAJA DAN PEKERJAAN
Dalam keadaan yang normal maka orang dapat memilih suatu pekerjaan yang disenanginya. Memilih masih tetap ada bila orang ada kemungkinan sedikit saja untuk dapat memilih suatu pekerjaan, maka ia akan memilih pekerjaan yang paling dekat dengan bakat dan perhatiannya. Dalam hal ini subjektivitas orang akan nampak. Pada anak-anak dan remaja unsur subyektifnya tadi masih sangat menguasai hingga pilihannya tadi tidak bisa terlalu realistis. Pilihan pekerjaan yang sungguh-sungguh, bukanlah suatu tindakan sesaat saja, melainkan merupakan hasil suatu proses pemikiran dan pengalaman tertentu, walaupun hasilnya nanti mungkin juga dapat bersifat sementara.
Ginzberg telah membuat penataan dalam data mengenai proses pemilihan pekerjaan melaui teknik-teknik interview dalam penelitian longitudinal dan transversal. Ia membedakannya dalam tiga periode:
  1. Periode fantasi Terjadi sebelum anak berumur 11 tahun. Disini anak banyak mengadakan identifikasi dengan orang dewasa. Dan membayangkan akan menjadi apa dirinya kelak. Misalnya anak kecil yang membayangkan ingin menjadi jendral pada saat dewasa nanti.
  2. Periode tentatifTerjadi pada usia 11-17 tahun. Sebuah transisi dari fase fantasi menuju pengambilan keputusan yang realistik pada masa dewasa muda. Remaja mengalami kemajuan dari menilai minat mereka (usia 11-12 tahun), kemajuan pada menilai kemampuan (usia 13-14 tahun), sampai menilai nilai-nilai mereka (usia 15-16 tahun). Misalnya seorang anak laki-laki umur 12 tahun yang ingin menjadi dokter karena ia begitu tertarik untuk menolong orang lain, tetapi karena prestasinya yang hanya cukupan saja, ia dianjurkan untuk tidak masuk kedokteran. Maka pada usia 18 tahun ia menentukan untuk menjadi ahli fisioterapi.
  3. Periode realistisKurang lebih terjadi pada usia 17 tahun lebih. Disini terjadi suatu pilihan yang definitif timbul karena kompromi antara pendekatan subjektif, yang timbul pada periode tentatif, dengan kemungkinan-kemungkinan praktisnya. Semakin dewasa cara berpikir dari yang subyektif menjadi pemilihan karir yang realistik terjadi pada usia 17-18 tahun hingga 20 tahunan. Misal, anak laki-laki diatas tadi yang ingin masuk pendidikan fisioterapi dapat saja ditolak pada seleksi masuk atau sesudah menjalani satu tahun pendidikan tingkat pertama. Disini timbul proses menimbang-nimbang berbagai arah perhatian, kecakapan serta kemungkinan-kemungkinan yang optimal.
GInzberg menganggap selesai perkembangan pemilihan perkerjaan pada saat yang semula oleh psikologi perkembangan dianggap sebagai selesainya perkembangan seseorang. Meskipun pilihan pekerjaan jelas merupakan suatu tugas perkembangan remaja dan orang dewasa awal, namun hal itu belum menunjukkan bahwa pilihan yang dilakukan pada masa itu sudah merupakan pilihan yang mantap. Pemilihan pekerjaan adalah suatu proses perkembangan pada kebanyakan orang dan baru berhenti beberapa tahun sesudah mereka mengundurkan diri dari kehidupan pekerjaan, kurang lebih umur 60 dan 65 tahun. Dan Ginzberg juga berpendapat remaja termasuk dalam peralihan periode tentatif ke periode realistis.
Super (1957) mengatakan bahwa konsep diri individu memainkan peran pokok dalam pemilihan karir. Super percaya banyak perubahan perkembangan dalam konsep diri tentang pekerjaan terjadi pada waktu remaja dan dewasa muda. Proses pemilihan pekerjaan dalam arti proses yang menentukan karier, mengikuti proses kelima masa penghidupan, yaitu:
a. Masa pertumbuhan (sampai kurang lebih 14 tahun)
b. Masa Peninjauan/eksploratif (14-24 tahun)
c. Masa penentuan diri (24-44 tahun)
d. Masa Pertahanan (45-64 tahun)
e. Masa Peralihan (mulai 65 tahun)
Sesuai dengan penjelasan di atas, maka remaja ada dalam periode eksploratif.(peninjauan) pada usia 16 dan 20 tahu.
Menurut Wiegersma, klasifikasi pemilihan pekerjaan yang “pasti” ditentukan oleh :
  1. Faktor Esensial, dibedakan :
§ Faktor yang memberikan batas: menentukan batas kemampuan seseorang atas dasar potensi psikis dan fisik dan juga atas dasar pembentukan dan bantuan yang dating dari lingkungan.
§ Faktor yang memberikan arah dan dorongan: datang dari sejumlah faktor personal, sosiologis, social-ekonomis dan sifat watak seseorang.
  1. Faktor Kebetulan
Pengaruh faktor kebetulan kebanyakan adalah kejadian insidental dalam kehidupan seseorang yang dapat menentukan batas kemungkinan seseorang memperoleh pekerjaan ataupun memberikan arahnya. Contoh yang pertama adalah kecelakaan yang hebat, yang kedua misalnya kebetulan berjumpa dengan orang yang berpengaruh.
Kekompleksan keseluruhan faktor-faktor ini menyebabkan anak muda membutuhkan nasehat dan bimbingan dalam memilih suatu pekerjaan. Hal ini terutama dibutuhkan dalam periode tentatif, tetapi pada permulaan periode realistis, dan bahkan juga pada permulaan melakukan pekerjaan. Pusat-pusat bimbingan pekerjaan dan para orang tua mempunyai peranan yang sangat besar dalam hal ini.
REMAJA DAN PERMASALAHANNYA
Orang tua sering mengkhawatirkan anak remajanya bergaul dengan orang yang salah, tetapi sebenarnya, instruksi yang diberikan oleh orang tua mempengaruhi pilihan kelompok teman sebaya dan teman-temannya. Anak muda cenderung kepada anak muda lain yang tumbuh besar seperti mereka, yang selevel dalam prestasi sekolahnya, dalam penyesuaian dan dalam kecenderungan sosial dan anti sosialnya. Pada tahun-tahun awal orangtua mulai membentuk perilaku prososial dan antisosial dengan memenuhi kebutuhan emosional dasar sang anak. Orangtua yang dari anak dengan kenakalan kronis biasanya gagal menegakkan perilaku yang baik pada awal masa kanak-kanak dan bersikap keras atau tidak konsisten, atau kedua-duanya, dalam hal menghukum perilaku yang tidak patut.
Anak-anak yang mempunyai masalah pada umumnya berprestasi buruk di sekolah dan tidak betah dengan teman yang berperilaku sopan, mereka akan mencari teman anak-anak yang tidak popular dan berprestasi rendah untuk saling menguatkan. Remaja yang antisosial cenderung memiliki konflik dengan orangtua. Cara remaja antisosial berbicara, tertawa, atau senang ketika melakukan pelanggaran aturan dan anggukan yang dimengerti oleh mereka menandakan apa yang disebut “deviancy training”
Gaya pengasuhan yang otoritatif dapat membentu para remaja menginternalisasi standar yang dapat menghindarkannya dari pengaruh negative teman sebaya dan membuka diri mereka kearah yang lebih positif.
Pencegahan dan penanganan kenakalan para remaja bisa dilakukan sejak anak-anak, karena kenakalan remaja memilki akar di awal masa anak-anak. Remaja yang ikut serta dalam progiancy training”
Gaya pengasuhan yang otoritatif dapat membentu para remaja menginternalisasi standar yang dapat menghindarkannya dari pengaruh negative teman sebaya dan membuka diri mereka kearah yang lebih positif.
Pencegahan dan penanganan kenakalan para remaja bisa dilakukan sejak anak-anak, karena kenakalan remaja memilki akar di awal masa anak-anak. Remaja yang ikut serta dalam program intervensi masa kanak-kanak tertentu kurang berkecenderungan terlibat masalah. Intervensi ini tidak hanya membidik anak-anak awal tapi juga para remaja. Di samping menandai karakteristik remaja bermasalah, adalah penting untuk mencegah remaja berada dalam setting beresiko tinggi yang mendorong perilaku antisosial. Sekali lagi pengawasan orang dewasa merupakan hal penting terutama setelah sekola, dan malam akhir minggu, ketika para remaja cenderung mengangggur dan terkena masalah. Keikutsertaan dalam ekstrakulikuler sekolah cenderung menurunkan tingkat berhentii sekolah dan penahanan akibat kriminal di kalangaan anak yang beresiko tinggi.
Remaja yang nakal dan baru akan cenderung nakal cenderungberhenti pada tahap kedua Kohlberg: sebagaimana nak prasekolah, mereka menjauhi perilaku yang salah jika diancam hukuman atau takut diketahui. Denag bergerak ke tahap ke tiga, dimana mereka lebih memperhatikan pemenuhan norma dan ekspektasi sosial, mereka dapat mengembangkan ‘penyangga kognitif “ terhadap berbagai godaan. Antar teman sebaya juga dapat menstimulasi pertumbuhan moral apalagi pengaruh yang dibawa teman itu positif.
KESIMPULAN
Jadi perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial dengan berprilaku yang dapat diterima secara sosial, memenuhi tuntutan yang diberikan oleh kelompok sosial, dan memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya. Perkembangan sosial pada masa remaja (pudertas) merupakan masa yang unik, masa pencarian identitas diri dan ditandai dengan perkembangan fisik dan psikis anak. Pada masa ini sosialisasi anak lebih luas dan berkembang, mereka mulai menjalin hubungan dengan teman-teman laki-lakinya dan mengadakan kencan-kencan (dating). Anak lebih mementingkan teman dari pada keluarga dan mulai timbul banyak pertentangan dengan orang tua. Mereka umumnya belum bekerja dan masih belum mampu menafkahi dirinya sendiri. Karena itu sebaiknya orang tua benar-benar memperhatikan perkembangan anak sampai ia mampu untuk membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk untuk dirinya (dewasa). Tetapi tidak dengan bersikap otoriter terhadap anak, supaya anak merasa lebih nyaman dan tidak takut untuk menceritakan konflik-konflik yang terjadi selama masa perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Monks, F.J., Knoers, A.M.P. & Haditono, S.R. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1994.
Santrock, J.W. Life Span Development, 9th edition. New York: McGraw Hill, Inc. 2004.
Papalia, Diane E, et.al. Human Development. New York: McGraw Hill, Inc.2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar